Wednesday, November 01, 2006

Clifford Geertz yang Belum Lama Kukenal

Tanggal 31 Oktober 2006 kemarin seorang antropolog yang juga seorang Indonesianist yang cukup terkenal meninggal dunia. Namanya sudah tidak asing bagi mereka yang berada di lingkungan komunitas antropolog dan ilmuwan sosial umumnya. Sudah nyata sampai hari itulah Geertz hidup di dunia. Selesai. Tetapi, catatan dan pergulatan tafsir Geertz sebagai antropolog yang bergelut dengan lapangan pedesaan Jawa dan Bali kuat membekas di kepalaku. Meski belum lama aku mengenalnya-terbatas dari serpihan jurnal online dan beberapa buku di perpustakaan Ganesha 10-aku melihat betapa antropolog yang menurut Arief Budiman begitu santun dan agak pemalu itu sudah menjadi folder rujukan para pembuat kebijakan pembangunan Indonesia di era Orde Baru. Lebih dari itu, disadari atau tidak kita pun sering menggunakan tesis-tesis Geertz, terutama tatkala melihat masyarakat pedesaan Jawa.

Paparan Geertz terkesan bertele-tele, bersayap-sayap, tidak to the point dan muter-muter, begitu kata beberapa sosiolog. Tetapi, jika diperhatikan tesis-tesisnya: jelas dan "tuntas" (jika penggunaan kata ini kurang tepat, silahkan komentari)! Dia tidak bicara soal "selayaknya", tidak bicara soal "harus ini/itu" dan tetek-bengek "resep", tapi tarikan-tarikan kesimpulan dan argumentasinya menghanyutkan isi kepala para pengambil keputusan. Sampai di situ Geertz berhasil memainkan perannnya sebagai antropolog dan anggota komunitas ilmiah. Aku setuju dengan itu. Tetapi ada satu hal yang kupikir penting untuk dicatat-yang hal itu sering dilupakan orang-bahwa kehadiran dan pergumulan Geertz dengan masyarakat Jawa dan Bali bukanlah sebuah kebetulan, atau semata-mata desakan "rasa ingin tahu" Geertz yang begitu tinggi. Sepintar-pintarnya Geertz, setelaten-telatennya dia membuat catatan lapangan dan mengakstraksikan hasil temuaannya, Geertz tidak akan pernah dapat menarik kesimpulan dan menghasilkan karya monumental seperti Religion of Java (Glencoe: Free Press, 1960 ) dan Agricultural Involution: The Process of Agricultural Change in Indonesia (Berkeley: University of California Press, 1963) jika tidak ada Perang Dingin antara Blok Eropa Timur (sosialis/komunis) dengan Blok Barat (liberal/kapitalis). Kehadirannya di Indonesia tahun 1950-an setara dengan misinya Popkin di Asia Tenggara pada saat berkecamuknya perang Vietnam.

Akhirnya, aku ingin mengatakan, pengetahuan apapun itu, tanpa sebuah kekuasaan yang menopangnya tidaklah akan berkembang, apalagi diterapkan. Selamat jalan Mr. Geertz...

4 comments:

sujud ilalang said...

belum juga lama dikenal... eh udah meninggal, hehe... (tenang aja, referensi tentang dia banyak kok..)

Pojok Hablay said...

trotsky? sayap sayap yang gak patah deh pokoknya :)

L. Pralangga said...

Biasanya seorang filsuf/antropolog dan/atau tokoh macam Mr. geertz akan banyak dikenal setelah dia tiada.. :)

Unknown said...

keren